Cerpen

KETIKA CAHAYAMU MENGGAPAIKU
Entah apa yang membuatku bersedih ketika gadis cantik itu menceritakan pengalaman hidup pahitnya tepat dihadapanku. Cahaya cinta-Nya perlahan mulai merasuki hati yang sudah terlanjur kotor ini.
“Hidup di negeri yang penuh dengan teka teki seperti ini, bagaikan hidup didalam kubur namun dalam keadaan masih bernyawa. Setiap detik demi detik yang kami lewati, sama saja dengan penyiksaan yang kami alami. Bersabar bukan usulan dari para penceloteh untuk kami yang merasa selalu mengalah dengan keadaan yang bodoh seperti ini. Tak penting bagi kami siapa yang menjual kekayaan bangsa ini hanya karena merasa berkerabat dengan orang asing munafik itu, tak penting juga bagi kami siapa yang menyebabkan tahun 98 terasa begitu menyeramkan ditelinga anak cucu kami nanti. Yang terpenting saat ini adalah siapa yang dapat merubah bangsa ini kembali, atau mungkin beralih kepada masa kejayaan.”
            “Mas, tolong izinkan saya bertemu dengan pak Pejabat, sebentar saja” Dengan tubuh lemas, dan keringat yang terus mengucur diseluruh permukaan tubuhnya, Pria separuh baya itu terus memohon agar dapat dipertemukan dengan Sang Pejabat.
            “Kan sudah saya katakan sebelumnya pak, kalau Pak Pejabat sedang bertugas diluar kota” dengan tubuh kekar dan terlihat sangat gagah, sang pria berseragam lengkap, dengan tulisan SECURITY di topinya itu terus  mengusir sang Kakek
“Tapi mas, saya sudah menunggu hampir seharian hanya untuk meminta belas kasihan pak Pejabat, tolong bantu saya mas”
“Lebih baik bapak pergi sebelum saya bertindak lebih, ini perintah dari majikan saya”
“Tapi mas,..”
“Saya bilang pergi” Satpam itu menyeret dan menarik Kakek tua itu agar mau pergi dari kediaman sang Pejabat.
Sadar kembali mengayuh becaknya, dengan handuk kecil dipundak dan topi abu-abu yang ia kenakan, perlahan air mata mulai mengucur di antara hidung dan pipinya yang mulai memerah karena teriknya sinar matahari. Kejadian yang dialami sang kakek mengingatkannya kepada masa suram yang pernah ia alami
***
Pemilihan calon Kepala Desa Kekini masa jabatan 2003-2007 berjalan lancar sesuai dengan rencana yang diharapkan oleh pihak panitia maupun masyarakat, dan terpilihnya Sadar Kandiri M.Pd sebagai Kepala Desa Kekini dan juga Adi L. Khan M.Pd sebagai wakilnya, diharapkan bisa membawa Desa Kekini menjadi desa yang makmur dan lebih maju dari periode-periode sebelumnya. –Sinpo Media-
“Haha, bapak bilang juga apa bu, masyarakat bodoh yang bisa disuap itu ya pasti bakal memilih bapak untuk jadi pemimpinnya” ujar Sadar sambil melepaskan jas hitam yang ia kenakan
“Tapi pak, apa yang sudah bapak lakukan itu sudah masuk dalam kategori curang”
”Alaahh, tau apa sih ibu tentang curang, bukannya semua pejabat di negeri ini memang tingkah lakunya seperti itu ya, terus kenapa bapak enggak bisa?” Sadar berbicara dengan wajah kesal dihadapan istrinya
“Astagfirullah bapak, ya enggak semuanyalah pak pejabat-pejabat di negeri ini seperti itu, kan masih banyak juga para pejabat yang mau bekerja dengan ikhlas dan tulus demi kemajuan bangsa”
“Sudahlah bapak cape dengar celotehan ibu, lama-lama bisa bikin kepala bapak pecah tau gak” Sadar berjalan menuju kamar mewah miliknya sambil tersenyum licik untuk bergegas istirahat
“tapi bapak..” Aminah istri Sadar hanya bisa menggelengkan kepala sambil berharap semoga kelicikan suaminya itu cepat berakhir. Aminah adalah sosok wanita yang sangat luhur budi pekertinya, dia adalah istri yang menggambarkan bagaimana seharusnya perilaku seorang istri terhadap suaminya. Sabar dan selalu menjaga nama baik keluarga dijadikannya hal utama dalam membina rumah tangga. Dengan wajah cantik dan hijab yang menutupi kepalanya membuat Sadar terpesona sekaligus mempersuntingnya 19 tahun yang lalu.
Lantunan ayat suci Al-Qur’an mulai terdengar dari masjid yang berada dekat dari rumah mewah milik Sadar,  jam dinding berbentuk lingkaran yang ada di dalam kamar Sadar menunjukkan pukul 03.30 pagi. Aminah memang sudah terbiasa bangun sebelum adzan subuh dikumandangkan, untuk melaksanakan sholat Tahajjud.
Waktu sholat Tahajjud dipercayainya sebagai waktu yang paling mujarab untuk memohon dan meminta keinginan seorang hamba kepada sang Khalik. Satu jam berlalu, tepat pukul empat lebih tiga puluh menit panggilan untuk menunaikan sholat subuh dikumandangkan, Aminah lekas membangunkan Sadar yang sedang tertidur lelap untuk melaksanakan sholat subuh berjama’ah dengan dirinya.
“Pak, sudah subuh, kita sholat berjama’ah yuk” dengan nada sopan nan lembut Aminah membangunkan Sadar suaminya
“Aduuhh bapak masih ngantuk bu, ibu aja lah yang sholat,” Sadar menolak dengan tubuh membelakangi istrinya
Aminah menghela nafas, didalam batin, ia tak hentinya memohon ampun atas tingkah laku suaminya yang selalu melalaikan kewajibannya kepada sang Pencipta.
***
Sudah dua tahun Sadar memegang amanah sebagai Kepala Desa, namun bukan prestasi yang ia dapat, justru keberadaan Sadar sebagai Kepala Desa hanya menyebabkan Desa Kekini semakin terkenal dengan Desa yang minim kreatifitas, kotor, dan semakin banyak pengangguran didalamnya. Bukan tanpa alasan, selama Sadar memegang jabatan sebagai Kepala Desa, selama itu pula Sadar selalu berbohong kepada masyarakatnya. Sadar telah menggunakan uang yang seharusnya dipergunakan untuk perbaikan desa hanya untuk memuaskan kesenangannya semata, bahkan tak jarang Sadar dipergoki sedang bersama dengan wanita yang berbeda-beda oleh warganya. Namun dengan bukti yang minim, warga Desa Kekini hanya bisa bersabar dengan keadaan yang sedang mereka derita.
“Pak saya mohon tolong saya pak, anak saya sedang sakit,” ujar sang lelaki tua  yang sudah terlihat sangat kelelahan dihadapan Sadar
“Apa kamu bilang, kamu mau minta uang sama saya? Kamu kira saya ini orang tua kamu!” gentak Sadar dengan nada keras
“Tapi bapak ini kan pemimpin kami di desa ini pak, dan saya warga bapak”
“Saya tidak peduli, kalo mau uang ya kerja, sana pergi!” Sadar meninggalkan lelaki tua itu dan bergegas masuk kedalam rumah
“Tapi pak, tolong bantu saya pak!” lelaki tua itu berteriak sambil berharap Sadar berubah pikiran dan membantunya untuk menyembuhkan penyakit yang diderita anaknya. Namun sepertinya apa yang diharapkan lelaki tua itu musnah, Sadar tak peduli dengan apa yang sedang dialaminya

***
Pagi hari tepatnya pukul 07.00 Sadar menghentakkan kakinya menaiki mobil untuk bergegas menuju kantor Kepala Desa tempat dimana ia bekerja sebagai pelayan masyarakat setempat. Tak ada yang berbeda dengan hari-hari sebelumnya, namun ada hal yang mengganjal di dalam hati Sadar, akhirnya dia tersadar bahwa map merah yang sudah ia persiapkan sejak malam tertinggal di meja ruang tamu. Ia memutarkan kembali kendaraan yang selalu ia kendarai setiap akan bertugas menuju kantor Kepala Desa. Mobil mewah dengan warna putih sebagai warna utama, terlihat semakin elegan dengan logo berbentuk huruf H didepannya. Sesampainya didepan rumah, dilihatnya seorang gadis cantik berbaju putih, usianya terlihat masih sangat muda, sekitar 19 tahun. Perlahan Sadar turun dari mobilnya dan menghampiri gadis tersebut. “Hai manis, kamu orang baru disini ya?” tanya Sadar dengan maksud mencoba lebih mengenal gadis cantik itu
“Iya pak, saya sedang mencari rumah pak Kepala Desa” Gadis tersebut sepertinya sangat grogi, terlihat dari wajahnya yang selalu menunduk ketika berbicara dengan Sadar
“Ohh jadi kamu sedang mencari rumah bapak Kepala Desa ya? Tepat sekali, saya orangnya, dan ini rumah saya” Sadar menunjukkan jarinya kearah rumah mewah miliknya
“Ohh jadi bapak sendiri orangnya ya, maaaf pak saya tidak tahu” Ucap sang gadis, rasa groginya perlahan mulai hilang ketika tahu bahwa orang yang ada dihadapannya adalah orang yang sedang ia cari
Sadar tersenyum melihat sang gadis, sepertinya Sadar sangat tertarik dengan gadis cantik yang ada dihadapannya itu “ohh iya tidak apa-apa, yasudah kita masuk dulu kedalam, biar lebih enak bicaranya”
“baik pak,”
Mereka berjalan masuk kedalam rumah Sadar, seketika Sadar melihat bagaimana gadis cantik itu begitu kagum dengan rumah beserta barang-barang mewah miliknya, baginya itu adalah kesempatan emas untuk bisa lebih dekat dengan gadis cantik itu
“Jadi ada urusan apa mencari saya, tapi ohh iya saya belum kenal siapa kamu, nama kamu siapa cantik? Ujar sadar sambil terus memandangi wajah cantik sang gadis
“Nama saya Dini pak, maksud kedatangan saya ingin melapor, sekarang saya dan adik saya akan bermukim di desa ini”
”Ohh ya, saya senang sekali ada wanita cantik seperti kamu tinggal di desa ini”
“Ahh bapak bisa saja, jadi apa persyaratan yang harus saya bawa pak?” tanya Dini
“Tidak perlu ribet-ribet, nanti malam kamu balik lagi kesini membawa foto copy kartu keluarga”
“Memang harus malam ini ya pak? Tidak bisa besok saja?” Dini heran dengan ucapan sang Kepala Desa yang menyuruhnya bertamu malam-malam kerumahnya
“Oh kalo bisa ya malam ini saja, lebih cepat lebih baik,” Ujar Sadar dengan wajah yang sangat bersemangat mengharapkan kehadiran gadis cantik itu, dia tahu bahwa istrinya sedang pergi ke Jakarta untuk menjenguk orang tuanya yang sedang sakit, dan itu adalah kesempatan yang baik untuknya
”Baiklah pak nanti malam saya akan datang,”
***
Langit sudah mulai menghilangkan warna cerianya, matahari tak lagi memancarkan sinarnya, kini ia telah berganti dengan kehadiran sang rembulan serta para bintang yang terlihat sangat indah menghiasi langit diantara sang rembulan. Malam itu tepatnya pukul delapan malam, terdengar suara bel rumah Sadar berbunyi, ia mengintip dari jendela disamping pintu rumahnya, dilihatnya Dini, sang gadis cantik yang berjanji akan datang kerumahnya malam ini. Sadar membuka pintu dan perlahan menghampiri Dini.
“Akhirnya kamu datang juga,” ujar Sadar dengan senyum licik diwajahnya
“Maaf pak agak malam, soalnya saya harus membereskan rumah terlebih dahulu,”
“Ohh tidak ada masalah, silahkan masuk”
Sadar mempersilahkan Dini duduk di sofa mewah berwarna coklat miliknya.
“Ohh iya mau minum apa kamu?”
“Tidak usah repot-repot pak, apa saja,”
“Oke, Nike! Ambilkan jus jeruk buat tamu nih,” Ujar Sadar kepada pembantunya
“Baik pak” Sahut Nike, pembantu Sadar yang sudah lima tahun bekerja bersamanya, bagi Nike bukan hal baru Sadar membawa perempuan kedalam rumahnya ketika Aminah istri Sadar sedang tidak ada dirumah
Dini mencoba memberikan persyaratan yang harus dibawanya yaitu kartu keluarga kepada Sadar, “Ini pak kartu keluarganya,”
“Ahh itu mah urusan gampang, sekarang saya mau tanya dulu, kamu tinggal disini kan sama adik kamu,  memangnya orang tua kamu kemana?”
“Orang tua saya pak? Dini merenung ketika mendapatkan pertanyaan seperti itu oleh Sadar, entah apa yang dipikirkan Dini hingga perlahan mulai meneteskan air matanya. Sadar yang melihat Dini menangis segera mengambil kesempatan dengan mendekati Dini dan menyenderkan kepala Dini di dadanya
“Ayah saya pergi meninggalkan keluarga sejak saya masih berumur dua tahun dan saat itu adik saya masih dikandungan pak, sedangkan ibu saya sekarang sedang sakit-sakitan di rumah nenek saya, maka dari itu saya memberanikan diri untuk pergi ke desa ini dengan harapan bisa mendapatkan sedikit demi sedikit uang untuk dikirimkan ke kampung saya, bahkan adik saya selalu memaksa untuk ikut dengan saya hanya untuk membantu saya mencari uang, padahal usianya saja baru menginjak 10 tahun”
“Maaf kalo saya membuat kamu menangis dengan pertanyaan saya,” Entah mengapa Sadar merasa sangat nyaman ketika gadis cantik itu berada didekatnya, rasanya sangat berbeda ketika Dini bersandar didadanya. Tanpa disadari, tetesan demi tetesan air mata mulai tumpah ruah di wajah Sadar. Kisah haru gadis cantik itu membuatnya mengerti bahwa apa yang telah ia lakukan adalah kebodohan. Kini yang ada dibenak Sadar adalah bagaimana memperbaiki kesalahan yang telah ia perbuat selama bertahun-tahun, siapkah istrinya mengetahui perbuatan bejatnya karena telah banyak bercumbu mesra dengan wanita lain selain dirinya. Namun semua yang telah ia sesali terasa musnah ketika warga mendatangi kediamannya serta mendobrak pintunya secara tiba-tiba, tak ada lagi seorang pemimpin dihadapan mereka. Dini yang saat itu ada didekapan Sadar semakin memudahkan niat warga untuk melengserkan kepemimpinan Sadar. Semua terasa lengkap ketika istrinya Aminah pulang dari kediaman orang tuanya, Aminah telah mendengar semua tingkah laku suaminya dari Nike pembantunya. Namun sebagai istri yang solehah, Aminah hadir untuk membela suaminya, dan mempersilahkan warga untuk pulang kerumahnya masing-masing terlebih dahulu.
“Maafkan bapak bu, bapak telah melakukan kesalahan gila seperti ini, bapak khilaf bu,” Sadar menangis dihadapan istrinya
Aminah hanya terdiam dan seketika itu pula meneteskan air mata, namun ia berusaha untuk tegar dengan semua cobaan yang ia hadapi, baginya Allah memberikan cobaan karena Dia sayang kepada hambanya. “Iya pak, ibu sudah memaafkan bapak, sekarang segara lepaskan kehinaan itu pak, kita mulai semuanya dari awal lagi,”
***
Dua jam perjalanan menuju rumah akhirnya Sadar sampai dirumah kemudian meletakkan becak sumber rezeki satu-satunya itu dibawah pohon rambutan depan rumahnya
“Assalamu’alaikum.. Bu, bapak pulang”
“Wa’alaikum salam.. Gimana hari ini, banyak penumpangnya pak?” dengan wajah penuh senyum menyambut kedatangan Sadar, Aminah datang menghampiri Sadar sambil membawa gelas berisikan air putih di tangan kanannya.
“Ya biasa lah bu, zaman sekarang kan orang-orang udah pada punya kendaraan pribadi, jadi ya penghasilan tukang becak kayak kita mah untung-untungan, coba aja kita masih kayak dulu bu” Sadar menyenderkan tubuhnya ke kursi kayu miliknya sambil menenggak air yang telah diambilkan Aminah istrinya
“Di syukuri saja dong pak, kita hidup didunia ini kan gak selamanya diatas terus”
Sadar kembali merenung, kemudian beranjak menuju balai bambu yang terletak di belakang rumah “Yaudah bu bapak kebelakang dulu, mau rebahan sebentar”
“Iya pak,”
Suara adzan maghrib mulai terdengar, Sadar masih tak beranjak dari balai bambu, setetes demi setetes air mata kembali mengucur di pipinya
“Pak masuk yuk, udah maghrib tuh, kita sholat berjama’ah dulu” Ujar Aminah sambil berjalan dari pintu belakang menuju balai bambu tempat Sadar merebahkan tubuhnya
Sadar yang mendengar istrinya berbicara, segera mengusap air mata yang sudah terlanjur membasahi wajahnya “Ehh ibu, ayo bu kita sholat berjama’ah”
Aminah hanya tersenyum melihat suaminya, di dalam hatinya ia selalu bersyukur karena suaminya sudah kembali kepada jalan yang diridhoi Allah, masih teringat jelas bagaimana suami yang sangat ia cintai itu pernah lupa dengan apa yang telah diberikan sang pencipta hanya karena jabatan semata.
***
Tepat pukul dua malam Sadar terbangun dari tidurnya, kakinya berjalan menuju tempat dimana ia dan istrinya biasa mengambil air wudhu. Sadar mengambil kain dan merebahkan sajadah dihadapannya, Kini sholat tahajjud sudah mulai rutin ia tunaikan, karena ia ingin Al-Qur’an dan Hadits menjadi pedoman bagi Hijrahnya.
Allah telah memberikan perjalanan hidup yang sangat berarti untuknya, kebodohan yang pernah dialami dulu, membuatnya belajar bahwa menjadi seorang pemimpin yang lupa akan amanah yang telah dipegang, tak ubahnya seperti pisau yang lupa majikan. Kapanpun pisau itu bisa menyerang kita,  jika kita tak mampu untuk mengendalikannya.
Na’udzu billahi mindzalik..

Cerpen Karya Haidar Akbar

redaksi@ampaskopi.com

0 comments:

Post a Comment